Sebangki, Sabtu, 5 Februari 2023, saa.iainptk.ac.id
Rasanya Ponpes Nurul Amin Kuala Mandor B sudah sangat ekstrim perjalannya, sehingga pada beberapa hari lalu, Tim sampai menerbitkan tulisan berjudul, “Selusuri Jalan Berlumpur, SAA Sosialisasi di Hadapan Pengasuh Pondok Modern Nurul Amin”. Namun, setelah melakukan perjalanan ke Madrasah Aliyah Al-Hikmah, Tim cukup terperangah dengan perjalanan offroad yang sungguh menegangkan! Simak uraiannya berikut ini:
Setelah Desa Sungai Tempayan, Kecamatan Kuala Mandor B, Tim harus belok kanan melewati jalan setapak yang hanya sekitar 80 cm, sehingga ketika berpapasan dengan pengendara dari depan, sepeda motor harus turun ke tanah gambut. Sementara salah satu sisi terdapat Parit yang memanjang mengikuti jalan setapak, sisi lainnya ada semak rawa yang tinggi. Begitu seterusnya sampai beberapa kali perempatan. Semakin lama, jalan setapak semakin sempit bahkan banyak yang patah cor betonnya, diganti dengan potongan kayu, sehingga menyulitkan pengendara untuk melaju lebih kencang.

Perjalanan terus dilanjutkan, meskipun sangat melelahkan. Tim terus mengikuti penunjuk jalan, yang karena sudah terbiasa, ia melaju demikian kencang di depan. Berkali-kali Tim harus berhenti sejenak, karena terpeleset, atau karena terasa kesemutan di tangan.
Penunjuk jalan mengarahkan tujuannya ke tepi sebuah sungai. Setelah Tim tiba di tepi sungai, Tim baru menyadari bahwa itu adalah dermaga penyebrangan, perbatasan antara Kabupaten Kubu Raya dengan Kabupaten Landak. Perbatasan antara Kecamatan Kuala Mandor B dengan Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak.

Tim hanya menurut saja, menaiki Motor Air di penyeberangan itu. Setibanya di seberang, Tim cukup kaget, karena jalan yang harus ditempuh berupa tanah gambut yang hanya diberi potongan atau belahan kayu agar bisa dilewati. Beberapa saat kemudian, Tim kembali dihadapkan pada hutan belantara yang hanya ada jalan setapak yang tak kalah ekstrimnya dengan jalan setapak sebelumnya. Sungguh perjalanan yang menegangkan, meniti jalan setapak di antara parit-parit kecil dan hutan atau rawa-rawa gambut yang terasa horor.
Tak lama kemudian, tibalah Tim di wilayah perkampungan, di mana rumah-rumah yang ada, hampir seluruh halaman rumah penuh dengan air. Tim berjalan seperti di pematangan sawah. Beberapa kali Tim harus turun ke tanah gambut, karena ada pengendara dari arah yang berlawanan. Sekali saja terpeleset, maka akan sulit sekali mengangkat sepeda motor ke jalan setapak.
Setelah melewati medan ekstrim, Tim dapat bernafas lega, ketika melihat ada perempatan di atas parit besar, di mana jalan setapaknya cukup lebar, berdiameter sekitar 1 m. Rumah-rumah warga mulai terlihat dari kejauhan, sebagian besar cukup layak, bahkan terbilang megah. Berdiri bangunan-bangunan permanen milik pemerintah dan swasta, yang tampak dari atas parit di mana Tim berkendara.
Tiba-tiba Penunjuk jalan berhenti di sebuah rumah yang cukup megah, meskipun di halaman rumah masih banyak tergenang air di atas lumpur gambut. Rupanya rumah itu adalah rumah orang tua dari salah seorang mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Pontianak, tepatnya Program Studi Manajemen Dakwah (MD). Pemilik rumah menyambut tim dengan ramah. Menyuguhkan minuman, bahkan mempersiapkan makan siang. Jamuan makan siang yang lezat terhidang, Tim dipersilahkan makan siang di rumah orang tua Adi, mahasiswa MD itu.
Jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, Tim diajak oleh Penunjuk Jalan langsung ke Pondok Pesantren Al-Hikmah. Lokasinya ternyata tidak terlalu jauh, sehingga hanya butuh waktu sekitar 5 menit, Tim sudah tiba.
Madrasah Aliyah Al Hikmah, sebuah madrasah yang berada di bawah naungan Lembaga Al Hikmah, yang di dalamnya ada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren. Pimpinan Lembaga ini adalah Kyai Ahmad Shiddiq.
Lokasinya berada di Sungai Segak, Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Uniknya, lokasi lembaga ini sangat jauh dari Kabupaten Landak. Menurut salah seorang Ustadz di Pesantren tersebut, untuk sampai ke Kantor Kecamatan Sebangki, dari Sungai Segak, membutuhkan waktu tempuh 1 jam. Sedangkan dari Kantor kecamatan ke Ngabang, Ibu Kota Kabupaten Landak, butuh waktu 3 jam lamanya. Dengan demikian, waktu tempuh dari lokasi ke Kabupaten adalah 4 jam! Itulah sebabnya, kebanyakan warga lebih memilih ke Pontianak, karena jarak tempuh melalui jalan darat hanya sekitar 2 jam. Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka berbelanja ke Pontianak dengan menggunakan perahu motor. Meskipun cukup lama, muatan barang yang bisa diangkut lebih banyak. Warga hanya membayar Rp. 7000 saja untuk 1 karung beras. Begitu juga untuk bahan material.
Lembaga ini sangat unik, berada di wilayah minoritas Muslim di Kecamatan Sebangki, di desa Sungai Segak, berdiri kokoh dan megah. Bangunan-bangunan ruang kelas, Masjid, dan perkantoran, sangat kontras dengan bangunan-bangunan rumah penduduk. Sungguh tidak ada bedanya dengan bangunan-bangunan di perkotaan. Hanya jalannya saja yang berbeda, di mana hanya terdiri dari jalan setapak dan tanah gambut yang sekali injak, kaki masuk ke dalam, parkir motor harus ada kayu sebagai penyangga.
Menurut pengakuan para alumni madrasah ini, para guru yang mengajar terdiri dari para alumni pesantren dari Jawa/Madura. Mereka belum berijazah S1, tapi karena madrasah berbasis pesantren, maka lebih mengutamakan alumni pesantren.
Pengembangan Lembaga terus dilakukan, sehingga sampai saat ini sudah cukup banyak guru yang berijazah.
Tim dipersilahkan masuk ke kelas, di mana para siswa sudah menunggu. Para siswa begitu antusias menanti presentasi Tim. Sejak awal, Tim sudah diberi tahu bahwa siswa di sini tidak banyak. Hanya sekitar 9 orang, siswa kelas XII. Sisanya kelas XI dan X. Ketika berada di ruang pertemuan, para siswa hanya berjumlah 13 orang. Menurut informasi, sebagian siswa sedang berada di luar, ke Pontianak untuk mengikuti Lomba MTQ. Luar biasa bukan?

Menurut Adi, mahasiswa IAIN Pontianak, yang juga alumni Pondok Pesantren Al-Hikmah, banyak santri dari yang berasal dari Pondok ini yang berhasil menang dalam berbagai event MTQ, baik lokal maupun nasional. Bibit-bibit ulama banyak yang dihasilkan dari sini. Namun, Pondok pesantren tidak ingin terlalu dibesar-besarkan, karena bagi pondok, semuanya hanya fokus pada ridha Allah SWT, bukan yang lainnya. Pondok, hanya memberikan ilmu agama, bukan yang lainnya. Semuanya hanya Lillahi ta’ala. Ini dibenarkan oleh Iqbal Ramadhan, penunjuk jalan yang juga alumni Pondok Pesantren Al-Hikmah dan Mahasiswa PAI IAIN Pontianak.
Pengakuan Adi dan Iqbal, berbanding lurus dengan apa yang dapat dilihat di lokasi. Setidaknya, sikap para siswa yang sopan, tawadhuk, dan cerdas menjawab setiap pertanyaan tim, membuktikan bahwa para siswa ini memang luar biasa.
Tidak hanya pengetahuan agama, pengetahuan umum juga dapat mereka jawab dengan tepat. Tentu saja ini terlepas dari mereka yang dikirim ke kota untuk turut serta dalam lomba-lomba, sebagaimana telah disampaikan sebelumnya. Artinya, para siswa ini merupakan para siswa biasa, apalagi kalau para siswa yang dipilih untuk ikut perlombaan ke kota? Sudah dapat dipastikan, bahwa mereka pasti jauh lebih dari pada yang ada saat ini. Betul-betul mutiara yang terpendam. Tim sangat terkesima dengan kemampuan para siswa ini. Mereka rata-rata cerdas, sopan dan penuh tanggung jawab.

Tepat pukul 15.00 WIB, tim selesai presentasi di hadapan para siswa hebat ini. Tim kembali ke kantor Pesantren untuk bertemu dengan para Asatidz. Berpamitan dan kembali ke Pontianak. Perjalanan pulang terasa lebih cepat, meskipun waktu tempuh tetap sama. Mungkin karena perasaan Tim yang diliputi oleh kebahagiaan dan harapan yang besar akan mutiara terpendam yang ditemukan di Sebangki.
Tim kali ini terdiri dari 4 orang, yaitu: Elmansyah MSI (Kaprodi SAA), Syukron Wahyudhi MAg (Dosen SAA), Iqbal Ramadhan (Mahasiswa PAI IAIN Pontianak, Penunjuk Jalan), Muhammad Adi (Mahasiswa MD FUAD IAIN Pontianak, Alumni Ponpes Al Hikmah dan Penduduk Asli Sungai Segak).
Penulis: Elmansyah
Editor: Syukron Wahyudhi
Tinggalkan Balasan