Prof. Dr. H. Zaenuddin Hudi Prasojo, MA, MA.

Biografi Sang Maestro SAA

Prof. Dr. Zaenuddin Hudi Prasojo, MA, MA, lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 17 Agustus 1974. Anak pertama dari 5 bersaudara (Zaenuddin, Isrofi, Fuad, Afifah, dan Syafa’atun). Putra dari Bapak Alm. H. Hudi Prasojo dan Almh. Ibu Hj. Jumirah Hamid. Menikah dengan Nur Rahmiani, SKM, M.Pd., dan dikaruniai 2 orang putra (Daud Aydin Anza dan Ilyasa Athori Anza) dan 1 orang putri (Noor Azrina Anza). Hidup bahagia dalam keilmuan dan keimanan bersama keluarga tercinta di Jl. Sepakat 2 Ahmad Yani, Kelurahan Banser Darat, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Secara lebih runtut, berikut Biografi Sang Maestro dalam balutan tema: 

“YOU CAN IF YOU THINK AND BELIEVE YOU CAN”

 

Begitulah bunyi sebuah moto hidup dari sebuah keluarga kecil bernama ANZA “ANIE DAN ZAE”. Nur Rahmiani Asy’ari dan Zaenuddin Hudi Prasojo, Mereka berdua percaya bahwa sebuah keberhasilan harus dimulai dengan perjuangan, “Berusaha, Bersabar, Berdoa, dan Bersyukur”.

 

“Perjuangan, akan selalu dimulai dari sebuah keluarga dan akan kembali pula kepada keluarga” “Tidak ada tempat yang paling nyaman untuk melepaskan penat perjuangan selain kepada keluarga”

 

Di sebuah sore 48 tahun yang lalu, tepatnya di tanggal 17 Agustus 1974, bertepatan dengan hari kemerdekaan RI ke-29 tahun, lahirlah anak pertama dari pasangan Haji Hudi Prasojo dan Hajjah Jumirah Hamid. Di rumahkecil, tepatnya di salah satu desa di kotaTemanggung, Jawa Tengah, seorang bayi mungil lahir dengan sehat dan selamat yang kemudian diberi nama Zaenuddin yang artinya “Perhiasan Dunia”. “Udin” adalah panggilannya dulu di masa kecil, dan kini “Zae” atau “Jay”, tumbuh sehat di lingkungan pedesaan, yang dikelilingi oleh sawah, perkebunan sayur, dan tembakau. Dari Ayah dan Ibu yang bekerja sebagai petani, ternyata membawa Zae kecil untuk menyukai permainan di luar rumah, menelusuri sawah, hutan, dan bermain air dan menyukai hewan-hewan yang hidup di sekitarnya.

 

Tidak lama ia tumbuh di tanah Jawa, di usianya yang kelima tahun, ia harus berjuang beradaptasi dengan wilayah hulu dan hutan pedalaman Kalimantan Barat, tanpa listrik, dan sarana prasarana yang memadai di kala itu, yakni tepatnya di pelosok wilayah Kabupaten Sintang, di SP 6 di kaki bukit Kujau, bersama kedua orang tua dan kedua adeknya, ia mengikuti program transmigrasi untuk penduduk Jawa pindah ke pulau Kalimantan. Di Sintang ini lah ia memulai kehidupan baru yang penuh dengan suka dan duka sampai akhirnya ia berhasil menjadi seorang Profesor dalam bidang agama dan budaya di IAIN Pontianak di usianya yang ke-47 tahun pada awal tahun 2021 yang lalu.

 

Seorang teman sejawatnya pernah berkata tentang petualangan Jay di masa sekolah hingga keluar negeri: “From the center of the woodto the center of the world”. Dari tengah hutan yang saat itu belum ada listrik, Zae dapat menuju pusat dunia, New York dan London. Memang benar dan cocok istilah itu disematkan kepada beliau. 

 

Hal ini singkron dengan pengalaman belajar yang telah ditempuhnya. Pertama, ia menempuh Taman Kanak-Kanak (TK) di Temanggung, dilanjutkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 21 Pangkal Baru Kecamatan Tempunak, dan tamat pada tahun 1987. Setelah lulus, Ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Paoh Jaya Kecamatan Nanga Tempunak, tamat pada tahun 1990. Lokasi rumah dan sekolahnya sangat jauh dari rumah, sehingga, Bapaknya, yang ia panggil dengan sebutan ”Pae” harus mengantarnya setiap habis subuh. Mungkin sekitar 8km berjalan kaki dari rumah sampai ada kumpulan anak lain yang juga akan bersekolah. Unik, Bapaknya mengantar sekolah dengan berjalan kaki, bukan mengantar pakai motor atau pakai mobil. Hal ini dilakukan agar Zae kecil tetap semangat bersekolah dan tidak sendirian ketika menuju sekolah.

 

Selesai menamatkan pendidikan SMP-nya, ujian datang menghadang. Perjuangan baru segera dimulai. Seperti pepatah lama mengatakan, “Ingin hati memeluk gunung, tapi apa daya tangan tak sampai”, begitulah drama kehidupan yang tidak memihak kepadanya. Ia terpaksa menunda setahun niatnya untuk masuk ke Sekolah Menengah Atas (SMA) karena terkendala biaya. Sehingga,dalam waktu setahun itu, ia gunakan untuk bekerja sebagai buruh tambang emas, Penambangan Emas Tanpa Izin atau PETI. Mencari emas, waktu itu, satu hari dibayar seribu rupiah, rasanya cukuplah untuk ia tabung untuk sekolah nanti.Ternyata Allah Yang Maha Kuasa punya rencana lain. Dia hanya mampu bekerja di tambang emas dalam waktu satu bulansaja karena sakit Malaria. Ia pun harus berhenti bekerja dan fokus penyembuhan dan pemulihan. Habis uang hasil buruh tambang emasnya untuk berobat.

 

Setahun berhenti sekolah, iapun melanjutkan kembali perjuanganya dalam  merebut cita-cita di Madrasah Aliyah Swasta Yasayan Tarbiyah Islamiyah Sintang (Setingkat SMU), dari tahun 1991 dan tamat pada tahun 1993. Banyak kesempatan yang dimanfaatkannya saat Aliyah. Karena merasa tidak punya cukup uang, ia pun sekolah sambil bekerja menjadi penjagasekolah alias tukang bikin kopi/teh untuk dewan guru dan tukang sapu ruang kelas, penjual rokok di pinggir jalan di dekat Gedung Bioskop Sintang, asisten rumah tangga, dan jadi kacong pemungut bola tenis. Yang menarik adalah ketika ia menjadi kacong. Banyak pengalaman berharga yang dimanfaatkan olehnya, selain mendapat upah seribu-dua ribu, dia bisa bermain tenis gratisditempat orang-orang besar yang bermain. Ada bupati, kepala kantor departemen, dan banyak pejabat lainya yang menyukai permainan tenis tersebut. Lalu Jay pandai main tebis. Dan karena sudah sering dan menjadi hobinya, ia selalu menang dalam pertandingan olah raga tenis. Bahkan ia pernah menjadi guru pendamping alias asisten pelatih untuk mengajar bermain tenis. Tidak heran, jika hobinya diturunkan kepada anak anak dan istrinya. Mereka dimotivasi untuk rajin berolah raga terutama olah raga tenis.

 

Setelah menamatkan Madrasah Aliyah Swasta Yayasan Tarbiyah Islamiyah Sintang pada tahun 1993, ia langsung ke Pontianak untuk mendaftar ulang masuk perguruan tinggi yang telah menerimanya menjadi mahasiswa baru tanpa tes, melalui jalur PMDK kala itu, yakni di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura. Namun ia juga ikut test di STAIN Pontianak jurusan Tarbiyah. Alhamdulillah ia lulus juga di PAI IAIN Pontianak tersebut. Kebanyakan mahasiswa yang lulus di UNTAN rata-rata pasti memilih kesana, tapi tidak bagi Zaenuddin. Dia lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) tersebut karena ia bisa tinggal di masjid dekat kampus keagamaan tersebut. Anak pertama, dari lima saudara ini mengaku mengenal STAIN dari alumni lulusan STAIN yang ada di Sintang, kota masa kecilnya. Hanya satu tahun saja ia bertahan, kemudian, ia pindah ke lapangan tenis STAIN Pontianak karena diminta untuk menjaga sekaligus merawat lapangan Tebis yang barusaja di bangun oleh pimpinan STAIN Pontianak waktu itu.

 

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pada masa itu, pria yang suka makan sayuran ini memiliki kegiatan sampingan di luar kuliah, yaitu ngajar ngaji di 3 tempat. Di jalan Alianyang, Gajah Mada, dan Tanjungpura. Setiap orang membayar Rp5.000,00 dengan jumlah muridnya ada 9, sehingga, ia dapat mengumpulkan uang senilai Rp45.000,00. Mahasiswa yang aktif di Menwa ini, mengajar ngaji dari sore sampai malam. Dalam seminggu dia mengajar 3 kali. Ia mulai mengabdi di STAIN Pontianak sejak ia masih kuliah dengan bekerja di kampus sebagai tukang sapu. Sampai kemudian, ia diangkat sebagai pegawai honor oleh Pembantu Ketua (PUKET) II yaitu Prof. Dr. Armai Arief,  MA pada tahun 1994. Hingga pada tahun 2003, ia baru bisa pindah ke perumahan sederhana yakni Perum IV dari upah yang selama ini ia kumpulkan. Keberuntungan yang tidak akan ia lupakan yakni ketika pada 1999, ia diangkat menjadi Asisten Dosen, Dr. M. Ashari, MA selama satu semester. Ia mengajar mata kuliah Fikih, Praktek Qiro’ah dan Ibadah di Jurusan Dakwah, dan Bimbingan penulisan Karya Tulis Ilmiyah di Jurusan Tarbiyah. Ia juga lulus tes menjadi dosen mata kuliah Metode Penelitian STAIN Pontianak di tahun yang sama.

 

Saat menjadi dosen, pria penyuka warna hitam dan biru ini punya pekerjaan sambilan, yaitu mengelola Wartel (Warung Telekomunikasi) punya orang lain, namun hanya part time selama 4 tahun. Paska berhenti dari pekerjaan sambilannya, ia memutuskan untuk fokus menjadi dosen sambil mempersiapkan diri untuk melanjutkan S2-nya. Hingga pada tahun 2003, ia mendapatkan beasiswa pendidikan S2 dari Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) di Universitas Gajah Mada (UGM), mengambil jurusan Agama dan Lintas Budaya atau dikenal dengan nama Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), lulus tahun 2005. S2 yang dilaluinya tidaklah mudah karena dalam percakapan sehari-hari harus menggunakan bahasa Inggris. Namun ia tidak habis akal, ia menyambut dengan suka ria ketika diajak untuk membantu menjadi sopir tamu dan  untuk menjadi guide (penunjuk jalan dan penerjemah) bagi tamu-tamu akademik dari Eropa dan lainnya oleh Prof. Dr. Irwan Abdullah. Lulus dari CRCS, ia kemudian sempat dikirim oleh Direktur Sekolah Pasca Sarjana UGM, Prof. Dr. Irwan Abdullah untuk mengajar di Faculty of Liberal Arts, Walailak University di Nakhon Sitamarat, Thailand. Kemudian, pada tahun 2006 ia berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi Master of Arts (MA) di bidang Justice and Peacebuilding di Eastern Mennonite University, Virginia dengan dukungan penuh dari beasiswa Fulbright, sebuah beasiswa bergengsi di dunia akademik internasional. Sebelum kembali ke Indonesia, ia sempat bekerja di Save the Children pada kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York. Pada tahun 2008, ia kembali ke UGM untuk melanjutkan studi doktoralnya. Didukung oleh beasiswa dari Oxford University untuk menyelesaikan disertasinya di kampus tersebut sembari menjadi Visiting Research Fellow, ia kemudian menyelesaikan kuliahnya dan kembali ke Yogyakarta untuk promosi doktor pada tahun 2012. Setelah melanglang buana ke berbagai negara untuk menuntaskan program-program akademiknya, ia melanjutkan pekerjaannya sebagai dosen dan dan Kaprodi Manajemen Dakwah di tahun 2013. Pada tahun 2014, ia dipercayai oleh Rektor IAIN Pontianak yang pertama, Prof. Dr. Hamka Siregar, M.Ag., untuk menjadi Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan dan kerjasama. Selama menjabat itulah beliau mendorong istrinya untuk mengambil program Sarjana dan Magister. Ia merasa bahwa kemajuan keluarga bukan hanya untuk dirinya saja, namun juga untuk istri dan anak-anaknya pula.

 

Empat tahun berlalu, tahun 2018, ia memutuskan untuk vakum dalam jabatan tambahan karena beliau harus merawat ayah dan ibu kandungnya yang sakit. Dibantu oleh istri dan keluarga, mereka bahu membahu merawat orang tua hingga keinginan orang tua untuk umroh dan naik haji dapat terwujud. Dalam rentang waktu itulah, 2018-2020, beliau menyiapkan diri untuk naik jabatan fungsional dari lektor kepala menjadi guru besar. Selama 2 tahun itu, beliau aktif mengajar, meneliti, menulis, dan mengabdi. Prof. Dr. Irwan Abdullah mengajaknya untuk bergabung membangun Irwan Abdullah Scholar Foundation (IASF) yang bergerak dalam bidang penulisan artikel ilmiah dan publikasi ilmiah. Ia juga berkolaborasi dengan koleganya dari luar negeri, salah satunya adalah research project bersama Profesor Janice Lee pada the Asian School of Environment of Nanyang Technological University (NTU). Berkat doa orang tua, istri, dan anak-anak, serta dukungan dari pimpinan, tenaga kependidikan, dan teman sejawat, serta usaha kerasnya, ia dapat memperoleh gelar guru besar pada tahun 2021. Saat ini, beliau dipercayai oleh Rektor IAIN Pontianak yang kedua, Dr. H. Syarif, M.A, untuk menjadi Direktur Pascasarjana IAIN Pontianak.

 

Prof. Dr. H. Zaenuddin, S.Ag., M.A., M.A. saat ini tinggal bersama keluarganya, dengan seorang istri yang berprofesi sebagai dosen bahasa Inggris di IAIN Pontianak dan tiga orang anak (dua laki-laki dan satu perempuan). Ia aktif dalam mempublikasikan karya tulisnya, baik yang bereputasi internasional maupun nasional. Semangat menulisnya tidak hanya untuk dirinya sendiri, terbukti ibu mertuanya Dr. Hj. Lailial Muhtifah, M.Pd. dan istrinya Nur Rahmiani, M.Pd. juga ikut berkolaborasi dalam beberapa tulisan ilmiah. Ia juga aktif menjadi pembimbing karya tulis ilmiah secara mandiri dan tim bagi teman sejawat atau dosen muda yang ingin mempublikasikan karyanya ke jurnal terakreditasi nasional dan internasional. Ketertarikannya pada bidang kajian agama dan budaya, termasuk masyarakat Muslim dan dinamikanya serta studi studi tentang budaya dan masyarakat Borneo, telah mengantarkan komitmennya untuk mengabdi sebagai dosen dan peneliti di bidang agama dan budaya.

 

Demikian kisah singkat perjalanan hidup Prof. Dr. H. Zaenuddin Hudi Prasojo, MA, semoga menginspirasi orang laindan menjadi motivasi positif bagi generasi muda, terutama anak-anaknya, untuk menjadi orang yang beriman dan berilmu, dan hidupnya bermanfaat tidak hanya untuk dirinya sendiri namun juga untuk orang lain dan masyarakat.

 

Penulis: Tim Redaksi dan Koleksi Pribadi Prof. Dr. H. Zaenuddin

Editor: Elmansyah

Leave a Comment